Rabu, 23 Februari 2011, 20:09 WIB
Ismoko Widjaya
VIVAnews - Meski kalah suara dalam penentuan Angket Mafia Pajak, Partai Golkar menyatakan tak akan keluar dari Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi Partai Pendukung Pemerintahan SBY. Bahkan Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie menegaskan Golkar tetap berkomitmen mengawal pemerintah sampai habis masa baktinya.
"Golkar akan pertahankan pemerintah sampai 2014," kata Aburizal Bakrie usai Panen Raya di Serang, Banten, Rabu, 23 Februari 2011.
Politisi yang akrab disapa Ical ini menyatakan Setgab tidak akan bubar hanya karena perbedaan pendapat. Menurut Aburizal, perbedaan pendapat bukan hal baru dan biasa di dalam Golkar.
"Kami dalam koalisi biasa melakukan perdebatan konsep. Perbedaan soal pajak seolah-olah besar padahal cuma caranya saja, yang satu panitia khusus angket, yang satu panitia kerja," ujarnya.
Menurut Ical semua anggota koalisi berkewajiban menjaga pemerintah sampai 2014 dan membantu kelancaran jalannya pemerintahan.
Mengenai beredarnya isu bahwa Golkar akan dikeluarkan dari Setgab, Ical mengaku tidak mendengar hal itu. Tapi, ia menyatakan, bahwa pada dasarnya Golkar selalu siap dengan semua kemungkinan. "Saya belum dengar ada pernyataan itu. Golkar sih siap saja. Tapi itu belum ada. Ibarat belum beranak sudah berbesan, anak belum lahir sudah tanya besannya," katanya sembari bercanda. (Laporan: Dian Widiyanarko | kd)
• VIVAnews
It's always exhausting struggle, and that's Exhausting fruitful and If Not Sure Not Sure Can Participate fruiting Enjoying a result '(Wise Men)
Rabu, 23 Februari 2011
Pramono: Pernyataan Dipo Alam Rugikan SBY "Namanya pejabat pemerintah mestinya telinga tidak boleh tipis."
VIVAnews - Wakil Ketua DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Pramono Anung, menilai gagasan pemboikotan media yang diungkapkan Sekretaris Kabinet Dipo Alama seperti kembali ke zaman kerajaan lampau. Pernyataan Dipo Alam dinilai emosional.
"Namanya pejabat pemerintah mestinya telinga tidak boleh tipis," kata Pramono Anung di gedung DPR, Jakarta, Rabu 23 Februari 2011.
Pemerintah dan jajarannya harus dapat menerima kritikan dari masyarakat. Karena yang namanya kritik, itu merupakan hal yang wajar di alam demokrasi. "Pernyataan itu tidak selayaknya disampaikan," ujar mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini.
Pramono mengingatkan, pernyataan Dipo Alam itu justru merugikan pemerintah sendiri. Terutama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Itu menjadi blunder. Jangan orang yang tadinya ingin mendapat perhatian, malah merugikan juragannya," sindir Pramono.
Dipo Alam mengaku tindakannya mengritik media, yang dinilainya menjelek-jelekkan pemerintah, demi suksesnya pemerintahan. Menurut Dipo, hal tersebut ia lakukan karena banyak menteri di kabinet yang tidak membela pemerintah jika ada pemberitaan yang menjelek-jelekkan. "Saya hanya ingin mengatakan, I never change. Dipo Alam is Dipo Alam, from beginning until now," kata Dipo di hadapan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, siang tadi.
• VIVAnews
"Namanya pejabat pemerintah mestinya telinga tidak boleh tipis," kata Pramono Anung di gedung DPR, Jakarta, Rabu 23 Februari 2011.
Pemerintah dan jajarannya harus dapat menerima kritikan dari masyarakat. Karena yang namanya kritik, itu merupakan hal yang wajar di alam demokrasi. "Pernyataan itu tidak selayaknya disampaikan," ujar mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan ini.
Pramono mengingatkan, pernyataan Dipo Alam itu justru merugikan pemerintah sendiri. Terutama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Itu menjadi blunder. Jangan orang yang tadinya ingin mendapat perhatian, malah merugikan juragannya," sindir Pramono.
Dipo Alam mengaku tindakannya mengritik media, yang dinilainya menjelek-jelekkan pemerintah, demi suksesnya pemerintahan. Menurut Dipo, hal tersebut ia lakukan karena banyak menteri di kabinet yang tidak membela pemerintah jika ada pemberitaan yang menjelek-jelekkan. "Saya hanya ingin mengatakan, I never change. Dipo Alam is Dipo Alam, from beginning until now," kata Dipo di hadapan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, siang tadi.
• VIVAnews
INDONESIAKU: ANTARA BUAIAN SOFT POWER DAN JEBAKAN HEGEMONI GLOBAL
Benarkah pilihan-pilihan sejarah manusia sedemikian harus dibatasi dengan
garis yang memisahkan atau menghubungkan sosialisme dan kapitalisme?
Kalau demikian halnya, alangkah sempitnya dunia; alangkah miskinnya manusia. (Manipol NDK)
Polarisasi yang sedang berkembang dalam faksi modal internasional yang disertai dengan kebangkitan negara-negara berkembang telah merubah beberapa kebijakan Ekonomi Politik Negara-Negara Modal khususnya Amerika, wacana Soft Power sebagai kebijakan luar negeri Amerika merupakan efek langsung dari kemajuan mendasar yang ditunjukan negara-negara berkembang, sebenarnya wacana Soft Power merupakan alternatif kebijakan yang lahir dari ketidak sepakatan beberapa negara yang ditujukan bagi kebijakan Hard Power Amerika yang melakukan ekspansi kekuatan miuliter di Afganistan dan Irak atau dengan kata lain pengendoran kebijakan tidak serta merta dipandang sebagai melemahnya kekuatan besar Amerika melainkan bisa jadi sebagai strategi hegemoni negara tersebut terhadap negara “jajahannya”. Wacana istilah soft power sesungguhnya telah dipopulerkan sejak penghujung 1980 oleh Joseph S Nye, Guru Besar Kennedy School of Govertmen University Hardvard, AS. Dalam dua karyanya: Bound to Lead (1990) dan The Paradox of American Power (2002), Nye lalu mengembangkan ide soft power ini dan merelevankannya dengan kebijakan Amerika Serikat. Akan tetapi, penjelasan Nye yang lebih terperinci mengenai soft power ditulisnya secara komprehensif dalam karyanya :Soft Power: The Means to Succes in World Politics (2004). dalam buku tersebut, Nye mendefinisikan dimensi ketiga kuasa ini sebagai ”kemampuan menciptakan pilihan-pilihan bagi orang lain, yakni memikat dan mengkooptasi pihak lain agar rela memilih melakukan hal yang kita kehendaki tanpa kita memintanya.”(Nye, 2004). Nye menyebutkan bahwa soft power suatu negara terdapat terutama dalam tiga sumber: kebudayaan, nilai-nilai politik dan kebijakan luar negerinya.
Perbedaan antara soft power dan hard power dapat dilihat dalam tiga hal: ciri, instrumen, dan implikasinya. Soft power berciri mengkooptasi dan dilakukan secara tidak langsung, sedangkan hard power bersifat memaksa atau memerintah secara langsung. Instrumen soft power berupa nilai, institusi, kebudayaan dan kebijakan, sementara hard power antara lain berupa militer, sanksi, uang, suap, dan bayaran. Karenanya tidak seperti soft power yang berimplikasi mengkooptasi, hard power kerap mengundang munculnya perlawanan.
Kebijakan Amerika Serikat dan beberapa negara Modal Internasional sesungguhnya tidak semata-mata lahir akibat dari mulai massifnya perkembangan negara-negara dunia ke III maupun konsolidasi kawasan yang terus digerakan oleh kekuatan besar dunia seperti Cina dan Jepang di Asia maupun Iran dan Libanon di Timur Tengah. Rentetan peristiwa besar telah menjadi pelajaran yang cukup membekas bagi kebijakan politik luar negeri Amerika, dari kegagalan menangkap Osamah Bin Laden sebagai kambing hitam peristiwa Black September di Afganistan yang malahan berujung meluasnya perang saudara di sana dan kemudian merembet ke kedaulatan negara Irak yang menjadi negara bulan-bulanan serangan Amerika berikutnya, dengan dalih untuk menciptakan stabilitas ekonomi politik dan penegakan demokrasi serta untuk menghancurkan rezim otoriter Saddam Husein di Irak, begitupun ancaman senjata nuklir yang disinyalir oleh AS sedang dikembangkan oleh Irak, namun sampai detik ini ternyata sama sekali tidak bisa terbukti secara kongkrit. Runtuhnya Saddam hanya menambah luka bagi rakyat sipil di Irak dan memperluas konflik berdarah di sana, senjata nuklir yang menjadi alasan mendasar AS ternyata hanya menjadi sumbu penyulut dari ekspansi Amerika semata. Peristiwa tersebutlah yang mendorong konsolidasi beberapa kekuatan negara-negara di dunia untuk meninjau kembali posisi pertarungan di kancah globalnya, ancaman AS yang akan menyerang Iran bukannya membuat Iran surut malah melakukan Apel Siaga penyambutan serangan dan hal serupa juga terjadi pada ancaman penyerangan AS ke Korea Utara dengan alasan pengembangan senjata Nuklir ternyata juga malah dijawab dengan pembentukan barikade pasukan siap perang di Korut.
Betulkah alasan klasik negara AS menyerang beberapa negara yang telah disebutkan di atas merupakan tujuan utama dari ekspansi kekuatan militer atau sesungguhnya bagian dari pembaharuan atas krisis Minyak dunia yang sedang terjadi di tingkatan Global, kita mengetahui secara bersama bahwa ketergantungan negara barat terhadap Minyak untuk lahan pengembangan industri mereka sangatlah tinggi oleh karena itu apapun akan dilakukan untuk mempertahankan dominasi tersebut. Ternyata dibalik situasi tersebut AS tidak menghitung secara matang bahwa dengan semakin gencarnya mereka melakukan ekspansi secara langsung berakibat menguatnya resistensi bebrapa negara yang menganggap kebijakan luar negeri AS adalah arogan dan akan menghancurkan tatanan dunia dan kemanusiaan, lihat saja bagaimana timpangnya keberpihakan AS terhadap serangan rudal Israel ke Palestina dan Libanon serta semena-menanya menata infrastruktur ekonomi negara berkembang dengan jerat Hutang Luar Negeri. Hal tersebutlah menjadi pelajaran kenapa Amerika Latin berani mengkonsolidasikan diri sebagai wujud resistensi perlawanannya terhadap kebijakan Neo Liberalisme yang diterapkan AS dan sekutunya maupun kebangkitan Malaysia, India dengan teknologi IT-nya dan Vietnam yang mulai bergerak menuju negara maju. Lain halnya dengan apa yang terjadi dengan kebijakan Indonesia yang tidak segera berbenah secara mandiri dan berdaulat untuk segera keluar dari kungkungan kapitalisme internasional melainkan semakin terjerumus ke jurang ketergantungan yang entah kapan muaranya akan berakhir.
Berubahnya paradigma politik luar negeri AS yang dipandang sebagai rekonstruksi politik pasca perang Irak dengan lebih menekankan kebijakan populis dan pendekatan Soft Power. Sangat disayangkan beralihnya kebijakan tersebut tidak segera disambut oleh Indonesia dengan penataan dan pranata yang kuat dalam menyambut pertarungan globalnya. Kebangkitan India dan Vietnam sendiri cukup menjadi referensi bagaimana Cina dan Jepang sebagai dua kekuatan besar Asia dengan agresifnya merubah kebijakan luar negeri mereka dengan coba mulai mengkonsolidasikan India, Korea Utara Vietnam dan Sri Lanka untuk meninjau ulang posisi kawasan Asia dalam kancah pertarungan globalnya. Cina yang sejak dulu menyatakan perang dingin terhadap India dan larinya masyarakat komunitas Tibet di Cina yang dipimpin Dalailama beberapa waktu terakhir mulai mencair dan akan dengan sesegera mungkin merubah pola hubungan bilateral mereka dan lebih mengefektifkan kembali kerjasama ekonomi, politik, budaya dan pendidikan kedua negara (Baca: Kunjungan Hu Jintao ke India beberapa waktu lalu di penghujung bulan November ini).
Iran sebagai kekuatan besar negara di Timur Tengah juga mulai membangun kekuatan nasionalnya dan bahkan kekuatan di sektor kawasan Asia Tengah kita lihat bagaimana perkembangan Iran di sektor persenjataan dan minyak bumi memberi alasan yang kuat Rusia, Cina dan beberapa negara Eropa merubah kebijakan untuk mengembargo Iran seperti penekanan embargo yang dilakukan oleh AS terhadap Iran. Begitupun dengan Korea Utara yang terus membuka konsolidasi efektif dengan beberapa kekuatan kawasan seperti Rusia dan Cina sendiri. Di sisi lain kemajuan dinamika politik di kawasan Amerika Latin juga menambah corak perkembangan baru di konteks globalnya.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Indonesia menyikapi peristiwa – peristiwa besar yang telah banyak merubah beberapa negara yang dulunya sejajar dengan Indonesia kini mulai bergerak maju meninggalkan kita, dependencia politik terhadap Amerika jelas menjadi situasi yang cukup mendasar bagi keberlangsungan dan perubahan kebijakan nasional dan luar negeri Indonesia. Coba kita perhatikan bagaimana ketergantungan besar Indonesia terhadap Amerika yang demikian kuatnya sehingga dalam penyambutan Bush kemarin harus membuang uang sebesar Rp 6 Miliyar dan teramat ironis landasan yang dibuat di Kebun Raya Bogor ternyata malah tidak dipergunakan. Dan yang lebih ironis lagi bahwa keberadaan Amerika di Indonesia dipercaya akan membawa perubahan yang signifikan di sektor Pendidikan, Kesehatan, Bio Energi dan Investasi. Kita masih percaya bahwa Amerika akan memberikan stimulus baru bagi kemajuan Indonesia jika itu benar ini sama halnya di masa Sukarno sebelum kemerdekaan yang terus menunggu kemerdekaan yang dijanjikan Jepang sedang situasi globalnya telah mensyaratkan Revolusi 45 menjadi jalan bagi kemerdekaan Indonesia.
Kita juga patut membedakan kedatangan AS di Vietnam, Rusia, Singapura dan beberapa negara lainnya di dunia akan memberi implikasi yang sama di Indonesia, sebab kebutuhan pokok AS di Indonesia adalah untuk menata ulang eksplorasi sumberdaya yang mereka miliki di Indonesia seperti Freeport, Exxon Mobile, Blok Cepu, Newmont dll, sebagai fungsi pertahanan bagi basis produksi industri di negara Amerika, sehingga secara tidak sadar kita dipaksa bersikap bahwa kebijakan Soft Power lewat pendidikan adalah niatan murni negra digdaya tersebut untuk memajukan Indonesia. Jika kita belajar dari sejarah sesungguhnya kebijakan tersebut tidak ada ubahnya sebagai sebuah selubung hegemoni untuk kesekian kalinya yang dilakukan negara Amerika untuk mempertahankan dominasinya di Indonesia dan kawasan Asia secara khusus.
Sesungguhnya soft power merupakan leksikon lain dari apa yang telah telah dipopulerkan oleh Antonio Gramsci (1891- 1937) tentang hegemoni. Soft Power merupakan upaya halus suatu mekanisme ajakan yang dilakukan secara simpatik. Baik soft power maupun hegemoni merupakan bentuk mengkooptasi melalui instrumen – instrumen seperti kebudayaan, kebijakan, nilai, dan institusi.
Perbedaan kontras antara soft power dan hegemoni ialah latar belakang pemikirnya: hegemoni merupakan konsep yang dipopulerkan seorang marxis italia dengan upaya melakukan perjuangan kelas, namun soft power muncul dari akademisi AS dengan intensi memberikan strategi-strategi jitu AS agar tetap melestarikan hegemoni dan dominasinya selama ini.
Dengan istilah soft power, sebenarnya ingin menunjukan kenetralan konsepnya itu dan berupaya seakan-akan terbebas dari stigma menghegemoni yang sejak gramsci telah dipandang peyoratif.
garis yang memisahkan atau menghubungkan sosialisme dan kapitalisme?
Kalau demikian halnya, alangkah sempitnya dunia; alangkah miskinnya manusia. (Manipol NDK)
Polarisasi yang sedang berkembang dalam faksi modal internasional yang disertai dengan kebangkitan negara-negara berkembang telah merubah beberapa kebijakan Ekonomi Politik Negara-Negara Modal khususnya Amerika, wacana Soft Power sebagai kebijakan luar negeri Amerika merupakan efek langsung dari kemajuan mendasar yang ditunjukan negara-negara berkembang, sebenarnya wacana Soft Power merupakan alternatif kebijakan yang lahir dari ketidak sepakatan beberapa negara yang ditujukan bagi kebijakan Hard Power Amerika yang melakukan ekspansi kekuatan miuliter di Afganistan dan Irak atau dengan kata lain pengendoran kebijakan tidak serta merta dipandang sebagai melemahnya kekuatan besar Amerika melainkan bisa jadi sebagai strategi hegemoni negara tersebut terhadap negara “jajahannya”. Wacana istilah soft power sesungguhnya telah dipopulerkan sejak penghujung 1980 oleh Joseph S Nye, Guru Besar Kennedy School of Govertmen University Hardvard, AS. Dalam dua karyanya: Bound to Lead (1990) dan The Paradox of American Power (2002), Nye lalu mengembangkan ide soft power ini dan merelevankannya dengan kebijakan Amerika Serikat. Akan tetapi, penjelasan Nye yang lebih terperinci mengenai soft power ditulisnya secara komprehensif dalam karyanya :Soft Power: The Means to Succes in World Politics (2004). dalam buku tersebut, Nye mendefinisikan dimensi ketiga kuasa ini sebagai ”kemampuan menciptakan pilihan-pilihan bagi orang lain, yakni memikat dan mengkooptasi pihak lain agar rela memilih melakukan hal yang kita kehendaki tanpa kita memintanya.”(Nye, 2004). Nye menyebutkan bahwa soft power suatu negara terdapat terutama dalam tiga sumber: kebudayaan, nilai-nilai politik dan kebijakan luar negerinya.
Perbedaan antara soft power dan hard power dapat dilihat dalam tiga hal: ciri, instrumen, dan implikasinya. Soft power berciri mengkooptasi dan dilakukan secara tidak langsung, sedangkan hard power bersifat memaksa atau memerintah secara langsung. Instrumen soft power berupa nilai, institusi, kebudayaan dan kebijakan, sementara hard power antara lain berupa militer, sanksi, uang, suap, dan bayaran. Karenanya tidak seperti soft power yang berimplikasi mengkooptasi, hard power kerap mengundang munculnya perlawanan.
Kebijakan Amerika Serikat dan beberapa negara Modal Internasional sesungguhnya tidak semata-mata lahir akibat dari mulai massifnya perkembangan negara-negara dunia ke III maupun konsolidasi kawasan yang terus digerakan oleh kekuatan besar dunia seperti Cina dan Jepang di Asia maupun Iran dan Libanon di Timur Tengah. Rentetan peristiwa besar telah menjadi pelajaran yang cukup membekas bagi kebijakan politik luar negeri Amerika, dari kegagalan menangkap Osamah Bin Laden sebagai kambing hitam peristiwa Black September di Afganistan yang malahan berujung meluasnya perang saudara di sana dan kemudian merembet ke kedaulatan negara Irak yang menjadi negara bulan-bulanan serangan Amerika berikutnya, dengan dalih untuk menciptakan stabilitas ekonomi politik dan penegakan demokrasi serta untuk menghancurkan rezim otoriter Saddam Husein di Irak, begitupun ancaman senjata nuklir yang disinyalir oleh AS sedang dikembangkan oleh Irak, namun sampai detik ini ternyata sama sekali tidak bisa terbukti secara kongkrit. Runtuhnya Saddam hanya menambah luka bagi rakyat sipil di Irak dan memperluas konflik berdarah di sana, senjata nuklir yang menjadi alasan mendasar AS ternyata hanya menjadi sumbu penyulut dari ekspansi Amerika semata. Peristiwa tersebutlah yang mendorong konsolidasi beberapa kekuatan negara-negara di dunia untuk meninjau kembali posisi pertarungan di kancah globalnya, ancaman AS yang akan menyerang Iran bukannya membuat Iran surut malah melakukan Apel Siaga penyambutan serangan dan hal serupa juga terjadi pada ancaman penyerangan AS ke Korea Utara dengan alasan pengembangan senjata Nuklir ternyata juga malah dijawab dengan pembentukan barikade pasukan siap perang di Korut.
Betulkah alasan klasik negara AS menyerang beberapa negara yang telah disebutkan di atas merupakan tujuan utama dari ekspansi kekuatan militer atau sesungguhnya bagian dari pembaharuan atas krisis Minyak dunia yang sedang terjadi di tingkatan Global, kita mengetahui secara bersama bahwa ketergantungan negara barat terhadap Minyak untuk lahan pengembangan industri mereka sangatlah tinggi oleh karena itu apapun akan dilakukan untuk mempertahankan dominasi tersebut. Ternyata dibalik situasi tersebut AS tidak menghitung secara matang bahwa dengan semakin gencarnya mereka melakukan ekspansi secara langsung berakibat menguatnya resistensi bebrapa negara yang menganggap kebijakan luar negeri AS adalah arogan dan akan menghancurkan tatanan dunia dan kemanusiaan, lihat saja bagaimana timpangnya keberpihakan AS terhadap serangan rudal Israel ke Palestina dan Libanon serta semena-menanya menata infrastruktur ekonomi negara berkembang dengan jerat Hutang Luar Negeri. Hal tersebutlah menjadi pelajaran kenapa Amerika Latin berani mengkonsolidasikan diri sebagai wujud resistensi perlawanannya terhadap kebijakan Neo Liberalisme yang diterapkan AS dan sekutunya maupun kebangkitan Malaysia, India dengan teknologi IT-nya dan Vietnam yang mulai bergerak menuju negara maju. Lain halnya dengan apa yang terjadi dengan kebijakan Indonesia yang tidak segera berbenah secara mandiri dan berdaulat untuk segera keluar dari kungkungan kapitalisme internasional melainkan semakin terjerumus ke jurang ketergantungan yang entah kapan muaranya akan berakhir.
Berubahnya paradigma politik luar negeri AS yang dipandang sebagai rekonstruksi politik pasca perang Irak dengan lebih menekankan kebijakan populis dan pendekatan Soft Power. Sangat disayangkan beralihnya kebijakan tersebut tidak segera disambut oleh Indonesia dengan penataan dan pranata yang kuat dalam menyambut pertarungan globalnya. Kebangkitan India dan Vietnam sendiri cukup menjadi referensi bagaimana Cina dan Jepang sebagai dua kekuatan besar Asia dengan agresifnya merubah kebijakan luar negeri mereka dengan coba mulai mengkonsolidasikan India, Korea Utara Vietnam dan Sri Lanka untuk meninjau ulang posisi kawasan Asia dalam kancah pertarungan globalnya. Cina yang sejak dulu menyatakan perang dingin terhadap India dan larinya masyarakat komunitas Tibet di Cina yang dipimpin Dalailama beberapa waktu terakhir mulai mencair dan akan dengan sesegera mungkin merubah pola hubungan bilateral mereka dan lebih mengefektifkan kembali kerjasama ekonomi, politik, budaya dan pendidikan kedua negara (Baca: Kunjungan Hu Jintao ke India beberapa waktu lalu di penghujung bulan November ini).
Iran sebagai kekuatan besar negara di Timur Tengah juga mulai membangun kekuatan nasionalnya dan bahkan kekuatan di sektor kawasan Asia Tengah kita lihat bagaimana perkembangan Iran di sektor persenjataan dan minyak bumi memberi alasan yang kuat Rusia, Cina dan beberapa negara Eropa merubah kebijakan untuk mengembargo Iran seperti penekanan embargo yang dilakukan oleh AS terhadap Iran. Begitupun dengan Korea Utara yang terus membuka konsolidasi efektif dengan beberapa kekuatan kawasan seperti Rusia dan Cina sendiri. Di sisi lain kemajuan dinamika politik di kawasan Amerika Latin juga menambah corak perkembangan baru di konteks globalnya.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana Indonesia menyikapi peristiwa – peristiwa besar yang telah banyak merubah beberapa negara yang dulunya sejajar dengan Indonesia kini mulai bergerak maju meninggalkan kita, dependencia politik terhadap Amerika jelas menjadi situasi yang cukup mendasar bagi keberlangsungan dan perubahan kebijakan nasional dan luar negeri Indonesia. Coba kita perhatikan bagaimana ketergantungan besar Indonesia terhadap Amerika yang demikian kuatnya sehingga dalam penyambutan Bush kemarin harus membuang uang sebesar Rp 6 Miliyar dan teramat ironis landasan yang dibuat di Kebun Raya Bogor ternyata malah tidak dipergunakan. Dan yang lebih ironis lagi bahwa keberadaan Amerika di Indonesia dipercaya akan membawa perubahan yang signifikan di sektor Pendidikan, Kesehatan, Bio Energi dan Investasi. Kita masih percaya bahwa Amerika akan memberikan stimulus baru bagi kemajuan Indonesia jika itu benar ini sama halnya di masa Sukarno sebelum kemerdekaan yang terus menunggu kemerdekaan yang dijanjikan Jepang sedang situasi globalnya telah mensyaratkan Revolusi 45 menjadi jalan bagi kemerdekaan Indonesia.
Kita juga patut membedakan kedatangan AS di Vietnam, Rusia, Singapura dan beberapa negara lainnya di dunia akan memberi implikasi yang sama di Indonesia, sebab kebutuhan pokok AS di Indonesia adalah untuk menata ulang eksplorasi sumberdaya yang mereka miliki di Indonesia seperti Freeport, Exxon Mobile, Blok Cepu, Newmont dll, sebagai fungsi pertahanan bagi basis produksi industri di negara Amerika, sehingga secara tidak sadar kita dipaksa bersikap bahwa kebijakan Soft Power lewat pendidikan adalah niatan murni negra digdaya tersebut untuk memajukan Indonesia. Jika kita belajar dari sejarah sesungguhnya kebijakan tersebut tidak ada ubahnya sebagai sebuah selubung hegemoni untuk kesekian kalinya yang dilakukan negara Amerika untuk mempertahankan dominasinya di Indonesia dan kawasan Asia secara khusus.
Sesungguhnya soft power merupakan leksikon lain dari apa yang telah telah dipopulerkan oleh Antonio Gramsci (1891- 1937) tentang hegemoni. Soft Power merupakan upaya halus suatu mekanisme ajakan yang dilakukan secara simpatik. Baik soft power maupun hegemoni merupakan bentuk mengkooptasi melalui instrumen – instrumen seperti kebudayaan, kebijakan, nilai, dan institusi.
Perbedaan kontras antara soft power dan hegemoni ialah latar belakang pemikirnya: hegemoni merupakan konsep yang dipopulerkan seorang marxis italia dengan upaya melakukan perjuangan kelas, namun soft power muncul dari akademisi AS dengan intensi memberikan strategi-strategi jitu AS agar tetap melestarikan hegemoni dan dominasinya selama ini.
Dengan istilah soft power, sebenarnya ingin menunjukan kenetralan konsepnya itu dan berupaya seakan-akan terbebas dari stigma menghegemoni yang sejak gramsci telah dipandang peyoratif.
Kepemimpinan yang Terbentuk
Menjadi seorang pemimpin yang berhasil bukan sekadar ditentukan oleh sampai sejauh mana prestasi yang bisa diraih,tetapi juga oleh kemanfaatan yang bisa diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Seorang pemimpin yang tangguh lahir dari sejumlah bentukan pengalaman hidup, berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Ia juga muncul bukan hanya karena bakat yang menaunginya, tetapi juga olah rasa kebulatan tekad. Pemimpin hebat bukan lahir dari keturunan yang hebat, tetapi kemampuan untuk terus belajar dan belajar.
Pada saat bersamaan kini kita kerap disuguhi parodi pengaderan kepemimpinan yang dari atas ke bawah, bahkan lahir sebagai generasi penyusu. Sebenarnya faktor apakah yang menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang tangguh? Sebagian besar kalangan mengatakan karena bakat dan keturunan, tetapi Toyotami Hideyoshi, salah satu pemimpin legendaris dari zaman kekaisaran Jepang (abad XVI) menjadikan faktor keteguhan diri menjadi salah satu faktor utama keberhasilannya.
Hideyoshi (1536-1598) layak dicatat sebagai salah satu figur besar pemimpin yang pernah ada di dunia. Bukan hanya karena kemampuannya menyatukan Jepang dalam salah satu masa paling krusial, saat puncak kekacauan Jepang -zaman perang antar klan-,saat di mana kekerasan dijadikan panglima.
Saat di mana tesis Hobbesis, homo homini lupus terejawantahkan dalam bingkai kehidupan keseharian yang konkret, manusia kuat yang menjadi pemenang ketika berperilaku sebagai serigala.Tapi juga Hideyoshi mewariskan falsafah kepemimpinan yang hingga kini masih sangat layak dijadikan cermin bagi siapa saja yang berhasil,terutama dalam aspek manajemen kepemimpinan.
Hideyoshi menjadi luar biasa karena satu-satunya pemimpin Jepang yang tumbuh sebagai anak petani miskin dari tradisi aristokrat dan struktur masyarakat feodal Jepang.Saat di mana bukan hanya estafet kepemimpinan mengikuti garis darah dan struktur masyarakat yang terfragmentasi berdasarkan kelas sosial yang sulit menyatu.
Ia terlahir di Nakamura,Provinsi Owari sebagai anak tunggal yang ditinggal ayah sejak kecil dan menyaksikan ayah tirinya kerap mempergunakan kekerasan kepada ibunya dan Hideyoshi sendiri. Dengan model anak tunggal yang terpisah dari ayah sejak kecil, secara psikologis (mengikuti pendapat psikolog Alfred Ayer) biasanya anak tunggal yang kesepian ditinggal figur ayah, suatu ketika akan berhasil dalam hidupnya.
Meski keberhasilannya lebih ditentukan oleh dorongan psikologis pembuktian kepada ibunya bahwa tanpa figur ayah dirinya mampu membuktikan diri. Dengan modal sebuah kantong penuh berisi koin tembaga hasil tabungan dari kerja keras ibunya, Hideyoshi meninggalkan Nakamura dan berkelana mencari peruntungan baru.
Keberanian untuk meninggalkan kota kelahiran untuk mengadu nasib telah mengubah jalan hidup Hideyoshi. Keinginan untuk berhasil menjadikannya mampu bukan hanya bertahan hidup di dunia baru, tetapi mempelajari bagaimana menjadi besar di tengah anggapan umum bahwa dia tidak mungkin menjadi besar.
Bagaimana tidak,ia berasal dari keluarga petani miskin dengan perawakan tidak atletis, berwajah jelek, bertubuh pendek, tidak berpendidikan.Dengan hanya berat badan 50 kg,tinggi 150 cm dan bungkuk dengan daun telinganya besar, wajahnya merah dan berkeriput sehingga sepanjang hidupnya disebut dengan nama panggilan “monyet”.
Lantas apa yang membuat Hideyoshi mendapat kesuksesan besar? Ia besar karena memiliki karakter pemimpin yang khas dan sejatinya harus dimiliki semua orang. Pertama karakter dasar yang utama adalah filosofi samurai tanpa pedang. Satu hal yang bertolak belakang jika diperbandingkan kewajaran yang berlaku pada masanya, melulu dengan kekerasan.
Sejatinya filosofi samurai tanpa pedang bisa dipahami dengan keterbatasan fisik dan kemampuan olah pedang Hideyoshi yang sangat terbatas. Secara umum Hideyoshi mengatakan bahwa filosofi samurai tanpa pedang berisi pedoman bahwa prajurit terbaik tidak pernah menyerang, prajurit terhebat berhasil tanpa kekerasan,dan penakluk terbesar menang tanpa perang.
Tapi lebih dari itu, Hideyoshi memaksimalkan kekurangan fisik dan kemampuan tempur dengan menunjukkan kemampuan strategi dan olah pikirnya. Prinsip samurai tanpa pedang memiliki filosofi mengedepankan akal sehat dan berpikir di luar kotak.Sebagai contoh saat Hideyoshi menjadi salah satu tangan kanan dari Lord Nobunaga yang pada saat itu dikenal memiliki pasukan tempur yang kuat tidak memakai kekuatan bersenjata saat penaklukan Klan Asasuka.
Hideyoshi mengambil risiko datang seorang diri menerobos benteng Asasuka hanya untuk menjamin bahwa pasukan Asasuka akan selamat jika menyerah (hlm 79). Keberanian tersebut jelas memiliki risiko yang sangat besar dan berulang dilakukan dalam berbagai kondisi kesulitan dan tantangan. Kedua, teguh pada prinsip, berkemauan ekstra, dan bekerja keras.
Kekurangan fisik dan kenyataan bahwa bukan terlahir dari kalangan aristokrat menjadikan usaha Hideyoshi berlipat. Keterbatasan diri yang kemudian bisa dijadikannya keunggulan bersaing. Sudah menjadi rahasia umum, rata-rata pemimpin yang sukses lahir karena masa lalu yang kelam.
Untuk mewujudkannya Hideyoshi mengatakan ia harus selalu berjalan jauh melebihi langkah orang lain sebelum orang tersebut melangkah. Meski pada akhir kekuasaannya Hideyoshi dianggap diktator, filosofi samurai tanpa pedang menjadi salah satu bahan pelajaran penting untuk kita semua.
Saat tipologi kesuksesan kepemimpinan lebih banyak didominasi prinsip hidup Barat,Hideyoshi mengisi kekosongan kepemimpinan Timur yang tak kalah besar. Ia besar karena terbentuk oleh pengalaman yang berliku dan beragam.
Buku ini bukan buku autobiografi biasa dan menjadi sangat penting serta berhasil karena mengandung pembelajaran filosofi manajemen kepemimpinan yang kuat.Dengan metode ekstrapolasi, membaca kisah Hideyoshi sama dengan membaca sejuta kearifan petuah kepemimpinan yang inspiratif.(*)
Herdis Herdiansyah,
Manajer Riset Pusat Kajian Strategik dan
Pertahanan (CSDS), Pascasarjana UI
Seorang pemimpin yang tangguh lahir dari sejumlah bentukan pengalaman hidup, berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Ia juga muncul bukan hanya karena bakat yang menaunginya, tetapi juga olah rasa kebulatan tekad. Pemimpin hebat bukan lahir dari keturunan yang hebat, tetapi kemampuan untuk terus belajar dan belajar.
Pada saat bersamaan kini kita kerap disuguhi parodi pengaderan kepemimpinan yang dari atas ke bawah, bahkan lahir sebagai generasi penyusu. Sebenarnya faktor apakah yang menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang tangguh? Sebagian besar kalangan mengatakan karena bakat dan keturunan, tetapi Toyotami Hideyoshi, salah satu pemimpin legendaris dari zaman kekaisaran Jepang (abad XVI) menjadikan faktor keteguhan diri menjadi salah satu faktor utama keberhasilannya.
Hideyoshi (1536-1598) layak dicatat sebagai salah satu figur besar pemimpin yang pernah ada di dunia. Bukan hanya karena kemampuannya menyatukan Jepang dalam salah satu masa paling krusial, saat puncak kekacauan Jepang -zaman perang antar klan-,saat di mana kekerasan dijadikan panglima.
Saat di mana tesis Hobbesis, homo homini lupus terejawantahkan dalam bingkai kehidupan keseharian yang konkret, manusia kuat yang menjadi pemenang ketika berperilaku sebagai serigala.Tapi juga Hideyoshi mewariskan falsafah kepemimpinan yang hingga kini masih sangat layak dijadikan cermin bagi siapa saja yang berhasil,terutama dalam aspek manajemen kepemimpinan.
Hideyoshi menjadi luar biasa karena satu-satunya pemimpin Jepang yang tumbuh sebagai anak petani miskin dari tradisi aristokrat dan struktur masyarakat feodal Jepang.Saat di mana bukan hanya estafet kepemimpinan mengikuti garis darah dan struktur masyarakat yang terfragmentasi berdasarkan kelas sosial yang sulit menyatu.
Ia terlahir di Nakamura,Provinsi Owari sebagai anak tunggal yang ditinggal ayah sejak kecil dan menyaksikan ayah tirinya kerap mempergunakan kekerasan kepada ibunya dan Hideyoshi sendiri. Dengan model anak tunggal yang terpisah dari ayah sejak kecil, secara psikologis (mengikuti pendapat psikolog Alfred Ayer) biasanya anak tunggal yang kesepian ditinggal figur ayah, suatu ketika akan berhasil dalam hidupnya.
Meski keberhasilannya lebih ditentukan oleh dorongan psikologis pembuktian kepada ibunya bahwa tanpa figur ayah dirinya mampu membuktikan diri. Dengan modal sebuah kantong penuh berisi koin tembaga hasil tabungan dari kerja keras ibunya, Hideyoshi meninggalkan Nakamura dan berkelana mencari peruntungan baru.
Keberanian untuk meninggalkan kota kelahiran untuk mengadu nasib telah mengubah jalan hidup Hideyoshi. Keinginan untuk berhasil menjadikannya mampu bukan hanya bertahan hidup di dunia baru, tetapi mempelajari bagaimana menjadi besar di tengah anggapan umum bahwa dia tidak mungkin menjadi besar.
Bagaimana tidak,ia berasal dari keluarga petani miskin dengan perawakan tidak atletis, berwajah jelek, bertubuh pendek, tidak berpendidikan.Dengan hanya berat badan 50 kg,tinggi 150 cm dan bungkuk dengan daun telinganya besar, wajahnya merah dan berkeriput sehingga sepanjang hidupnya disebut dengan nama panggilan “monyet”.
Lantas apa yang membuat Hideyoshi mendapat kesuksesan besar? Ia besar karena memiliki karakter pemimpin yang khas dan sejatinya harus dimiliki semua orang. Pertama karakter dasar yang utama adalah filosofi samurai tanpa pedang. Satu hal yang bertolak belakang jika diperbandingkan kewajaran yang berlaku pada masanya, melulu dengan kekerasan.
Sejatinya filosofi samurai tanpa pedang bisa dipahami dengan keterbatasan fisik dan kemampuan olah pedang Hideyoshi yang sangat terbatas. Secara umum Hideyoshi mengatakan bahwa filosofi samurai tanpa pedang berisi pedoman bahwa prajurit terbaik tidak pernah menyerang, prajurit terhebat berhasil tanpa kekerasan,dan penakluk terbesar menang tanpa perang.
Tapi lebih dari itu, Hideyoshi memaksimalkan kekurangan fisik dan kemampuan tempur dengan menunjukkan kemampuan strategi dan olah pikirnya. Prinsip samurai tanpa pedang memiliki filosofi mengedepankan akal sehat dan berpikir di luar kotak.Sebagai contoh saat Hideyoshi menjadi salah satu tangan kanan dari Lord Nobunaga yang pada saat itu dikenal memiliki pasukan tempur yang kuat tidak memakai kekuatan bersenjata saat penaklukan Klan Asasuka.
Hideyoshi mengambil risiko datang seorang diri menerobos benteng Asasuka hanya untuk menjamin bahwa pasukan Asasuka akan selamat jika menyerah (hlm 79). Keberanian tersebut jelas memiliki risiko yang sangat besar dan berulang dilakukan dalam berbagai kondisi kesulitan dan tantangan. Kedua, teguh pada prinsip, berkemauan ekstra, dan bekerja keras.
Kekurangan fisik dan kenyataan bahwa bukan terlahir dari kalangan aristokrat menjadikan usaha Hideyoshi berlipat. Keterbatasan diri yang kemudian bisa dijadikannya keunggulan bersaing. Sudah menjadi rahasia umum, rata-rata pemimpin yang sukses lahir karena masa lalu yang kelam.
Untuk mewujudkannya Hideyoshi mengatakan ia harus selalu berjalan jauh melebihi langkah orang lain sebelum orang tersebut melangkah. Meski pada akhir kekuasaannya Hideyoshi dianggap diktator, filosofi samurai tanpa pedang menjadi salah satu bahan pelajaran penting untuk kita semua.
Saat tipologi kesuksesan kepemimpinan lebih banyak didominasi prinsip hidup Barat,Hideyoshi mengisi kekosongan kepemimpinan Timur yang tak kalah besar. Ia besar karena terbentuk oleh pengalaman yang berliku dan beragam.
Buku ini bukan buku autobiografi biasa dan menjadi sangat penting serta berhasil karena mengandung pembelajaran filosofi manajemen kepemimpinan yang kuat.Dengan metode ekstrapolasi, membaca kisah Hideyoshi sama dengan membaca sejuta kearifan petuah kepemimpinan yang inspiratif.(*)
Herdis Herdiansyah,
Manajer Riset Pusat Kajian Strategik dan
Pertahanan (CSDS), Pascasarjana UI
GERAKAN MAHASISWA DAN GERAKAN RAKYAT DI YOGYAKARTA
oleh : Tim Liputan KBR68H melaporkan untuk Radio Nederland Wereldomroep di Hilversum.
Jatuhnya Soeharto pada 21 Mei, 10 tahun silam, bukanlah tiba-tiba. Proses pelengserannya adalah buah kediktatorannya selama 32 tahun berkuasa. Pada kurun 1970an salah satu kebijakannya adalah mengekang aktivitas mahasiswa di kampus. Namun, itu tak menyurutkan sikap mahasiswa untuk tetap kritis terhadap penguasa, apalagi penguasa semena-mena. Upaya perlawanan itu mereka lakukan bertahap melalui pelbagai kelompok diskusi hingga gerakan jalanan. Pada bulan Maret ini 10 tahun silam para aktivis mahasiswa ini bergerilya membangun gerakan. Kita simak liputan KBR68H tentang kisah perjalanan perlawanan mahasiswa.
Ketika dibangun 22 tahun silam, waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah merupakan salah satu proyek paling kontroversial. Maklum proyek ini menggusur ratusan warga dari tanah mereka. Ini menarik perhatian para aktivis mahasiswa dari berbagai daerah. Mereka berasal dari pelbagai kelompok studi, pers mahasiswa dan bermacam-macam komite aksi. Kepedulian kepada korban Kedung Ombo menyatukan mereka dalam sebuah wadah bernama Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta, FKMY.
Brotoseno, salah seorang pendirinya mengatakan, FKMY berawal dari keprihatinan mahasiswa atas nasib rakyat Indonesia yang makin terpuruk.
Brotoseno: Jadi FKMY adalah sebuah komunitas kaum muda yang kritis, mahasiswa khususnya yang berada di Yogyakarta. Sejarahnya yang mengawali itu karena keprihatinan kita, kegelisahan kita atas situasi nasional, khususnya yang menyangkut nasib rakyat indonesia
Menurut Brotoseno, organisasinya adalah gerakan mahasiswa pertama di Yogyakarta pasca pemberangusan kegiatan mahasiswa di kampus. Pada 1978, Menteri Pendidikan Daoed Joesoef memberlakukan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan disingkat NKK/BKK. Inilah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis.
Tapi, sikap kritis mahasiswa tak mati. Di awal tahun 1980an, mereka menerobos dengan membentuk pelbagai kelompok studi, seperti yang terjadi di Yogyakarta.
Suasana diskusi KMPD
Kelompok studi mahasiswa Institut Agama Islam Negeri IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini bernama Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi KMPD.
Suasana diskusi KMPD
Mukhotib bercerita ikhwal organisasinya.
Mukhotib: KMPD itu dilakukan sebagai satu medium pengembangan wacana kritis juga dia sebetulnya menyatu dengan pers mahasiswa. Jadi kalau bicara KMPD tidak terlepas dari gerakan persma. Kegelisahannya tentu saja sama di tahun itu menjadi arus besar tidak hanya di Yogja tentang ketidakpuasan atas pemerintahan di lain sisi intervensi pembonsaian perguruan tinggi yang tidak memungkinkan mahasiswa mendapatkan nilai le bih kecuali ijazah.
Para pengurus KMPD tak cuma berwacana, tapi juga mengajar para kader bagaimana cara membela rakyat.
Mukhotib: Jadi kita rutin melakukan pelatihan yang namanya pelatihan bakti lingkungan. Tapi sebetulnya itu adalah suatu pelatihan yang disadari bagaimana teman-teman bisa melakukan agitprop istilahnya. Agitasi dan propaganda sehingga pasca pelatihan mereka merumuskan isu dan kemudian demo beneran.
Di kampus lain, sejumlah mahasiswa Universitas Islam Indonesia membentuk Rode. Kelompok studi yang berdiri 1987 ini banyak mengulas sejarah gerakan mahasiswa 1966. Syaiful Bahri, salah seorang pendiri Rode berkisah, kelompoknya juga banyak membahas nasib rakyat.
Saiful Bahri: Selain mengkritik gerakan mahasiswa sebelumnya, yang kedua kita banyak mengkaji potensi-potensi gerakan rakyat dan perubahan struktural.
Dari sekian banyak kelompok studi di Yogyakarta, KMPD dan Rode termasuk yang bisa membangun jaringan lebih luas. Kembali Syaiful Bahri, salah seorang pendiri Rode.
Saiful: Kedung Ombo. Itu adalah kasus besar pertama yang ditangani
Melalui pendampingannya, kepada masyarakat korban kebijakan orde baru itu, KMPD dan Rode menyatu dengan kelompok-kelompok lain, membentuk organisasi gerakan mahasiswa. Maka lahirlah Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta.
Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta dicita-citakan bisa menjadi alat pengubah keadaan. Salah seorang pendirinya adalah Brotoseno.
Brotoseno: Kayaknya kita kalau berkutat di lingkungan pers mahasiswa, sebagimana maaf, melingkar-lingkar di kelompok studi-kelompok studi, kayaknya gak riil. Kemudian kami mengambil sikap sepertinya kita harus percaya bahwa perubahan itu harus kita mulai dari gerakan massa.
Pendiri lainnya, Muhammad Toriq berkata, organisasinya beranggotakan banyak kalangan dan kelompok. Salah satunya pers mahasiswa.
Mohamad Toriq: Pers mahasiswa pada periode itu menjadi pemasok utama aktivis mahasiswa. Saya rasa bukan hanya di Yogya. Saya rasa kalau di Yogya sudah jelas dan pasti. Aktivis mahasiswa Jogja pada tahun 1980an itu embrionya adalah aktivis pers mahasiswa pada kampus-kampus utama seperti UGM, UII dan IAIN.
Gerakan ini terus bergulir dan merekrut kader. Selain kuliah, Widihasto Putra, mahasiswa Universitas Atma Jaya, Yogyakarta 1993, juga sibuk menggalang kekuatan. Mereka ingin mengkoreksi dan mengkritik kekuasaan Soeharto yang makin otoriter.
Melalui Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (P3Y), sebuah organisasi gerakan mahasiswa dan pemuda, Widihasto menggalang aksi-aksi jalanan. Aksi dengan isu yang menohok langsung kekuasaan Soeharto baru mulai akhir 1997.
Widihasto: Kalau generasi yang saya alami itu, memang semakin mengkristal menjelang 1998. Artinya sudah mulai spanduk atau orasi itu sudah turunkan Soeharto. Itu tidak terjadi ketika tahun 1995 dan 1996 itu belum.
P3Y dan KPRP, dua organisasi mahasiswa yang terlibat aktif gerakan jalanan menjelang kejatuhan Soeharto di luar kampus.
Di dalam kampus, gerakan penggulingan Soeharto juga terjadi. Gerakan ini dipelopori oleh Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Yogyakarta (FKSMY). Menurut salah seorang pendirinya, Eko Prastowo, FKSMY mengambil alih fungsi senat yang diberangus Soeharto.
Eko Prastowo: Waktu dulu kan ada NKK/BKK 1970an. Kemudian 1990an awal ada peraturan menteri soal SMPT dan tidak ada proses demokratisasi di kampus. Dengan adanya itu ruangan temen-temen yang kritis menjadi lebih sempit, sehingga senat hanya menjadi panitia ospek dan menjadi kepanjangan kegiatan kampus.
Di Yogyakarta, gerakan jalanan menuntut lengsernya Soeharto tidak hanya dimonopoli mahasiswa. Menurut aktivis Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (P3Y) Widihasto, rakyat juga terlibat aktif.
Widihasto: Kecuali elemen mahasiswa, juga kampung. Jadi waktu itu banyak pemuda kampung yang kita organisir kemudian terlibat dalam aksi itu. Dan mereka kita persilahkan untuk membawa identitas masing-masing. Misalnya laskar Wirotomo, itu kan nama kampung. Kemudian masyarakat Wirobrajan. Dulu ada namanya Mas Wiranto masyarakat Wirobrajan anti Soeharto. Kemudian ada masyarakat Sewon, Gunung Kidul, Kulon Progo itu terlibat
Strategi berbeda diterapkan Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan (KPRP). Kata salah seorang bekas aktivisnya, Putut Eko Ariyanto, organisasinya melawan Soeharto dengan gerakan jalanan.
Putut: Kenapa disebut pelopor, karena dia mempelopori isu penting yang saat itu belum berani disuarakan elemen lain. Misalnya kalau elemen yang lain turunkan harga, ini sudah turunkan Soeharto. Bahkan pembakaran patung Harto di Boulevard UGM itu kan panitia aksinya Senat UGM, KPRP dan elemen lain membawa patung itu saat dibuka panitia panik semua.
Selain memilih isu yang lebih terbuka dan radikal, KPRP juga menggunakan metode bentrok dengan aparat untuk menaikkan tensi perlawanan rakyat.
Putut: KPRP nyaris menjadi dalam tanda kutip pelopor. Kenapa disebut pelopor karena metodenya itu memakai metode-metode lama, sebelum SMID dan PRD dihancurkan, yaitu bentrok dengan aparat logikanya itu akan mempertajam kontradiksi yang ada di dalam masyarakat.
Sementara, Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Yogyakarta (FKSMY) memilih melawan Soeharto dengan cara lebih lunak. Salah seorang pendirinya, Eko Prastowo menyebut, isu awal yang diusung lembaganya sebatas demokratisasi kampus.
Eko: Yang paling awal adalah demokratisasi kampus. Jadi bagaimana lembaga mahasiswa menjadi lebih demokratis dan berpihak pada perjuangan pro-demokrasi. Itu yang awal. Baru kemudian ada krisis. Nah kita sambut seperti gerakan-gerakan yang lain. Karena waktu itu kalau mendorong mahasiswa untuk lebih radikal itu kan agak susah. Paling demonstrasi berapa orang yang mau. Waktu itu siapa sih yang mau digebukin tentara.
Beragam unsur, beragam strategi perlawanan, semunya bahu-membahu melawan otoriterisme Soeharto. Menurut aktivis P3Y Widihasto, semua menyatu membentuk Gerakan Rakyat Yogyakarta (GRY).
Widihasto: Menjelang Mei eskalasi semakin tinggi. Fampera berinsiatif mengundang elemen-elemen aksi yang lain, termasuk KPRP untuk ayo kita duduk bersama. Tampaknya semakin gawat. Bagaimana kalau kita manfaatkan 20 Mei sebagai momentum untuk melakukan aksi besar-besaran. Dan waktu itu rapat beberapa kali. Pertama di Janabadra kemudian di IAIN, di APMD, kembali lagi ke Janabadra. Rapatnya dihadiri orang dan sudah tidak lagi Fampera karena sudah cair dan nama yang disepakati adalah gerakan rakyat Jogja.
Nama Gerakan Rakyat Yogyakarta dipilih bukan semata oleh mahasiswa, tapi aksi bersama mahasiswa dan rakyat. Melalui proses panjang, disepakati untuk melakukan aksi besar-besaran pada 20 Mei 1998. Hari Kebangkitan Nasional itu sengaja dipilih sebagai simbol kebangkitan Indonesia dari berbagai keterpurukan. Seperti dituturkan Widihasto.
Widihasto: Kebangkitan ya kita ingin memakai spirit kebangkitan nasional untuk kebangkitan Indonesia atas keterpurukan politik, keterpurukan ekonomi, keterpurukan harga diri waktu itu.
Isu yang diusung dalam aksi itu jelas, yaitu turunkan Soeharto.
Widihasto: Kita ingin mengatakan dan menegaskan bahwa turunkan Soeharto waktu itu salah satu statement yang dipilih dalam pernyataan sikap adalah turunkan Soeharto
Akhirnya, pada 20 Mei ratusan ribu orang memadati alun-alun Kraton Yogyakarta. Mereka berduyun-duyun datang untuk menuntut satu hal, turunkan Presiden Soeharto. Sehari berikutnya, Soeharto mundur.
Jatuhnya Soeharto pada 21 Mei, 10 tahun silam, bukanlah tiba-tiba. Proses pelengserannya adalah buah kediktatorannya selama 32 tahun berkuasa. Pada kurun 1970an salah satu kebijakannya adalah mengekang aktivitas mahasiswa di kampus. Namun, itu tak menyurutkan sikap mahasiswa untuk tetap kritis terhadap penguasa, apalagi penguasa semena-mena. Upaya perlawanan itu mereka lakukan bertahap melalui pelbagai kelompok diskusi hingga gerakan jalanan. Pada bulan Maret ini 10 tahun silam para aktivis mahasiswa ini bergerilya membangun gerakan. Kita simak liputan KBR68H tentang kisah perjalanan perlawanan mahasiswa.
Ketika dibangun 22 tahun silam, waduk Kedung Ombo di Jawa Tengah merupakan salah satu proyek paling kontroversial. Maklum proyek ini menggusur ratusan warga dari tanah mereka. Ini menarik perhatian para aktivis mahasiswa dari berbagai daerah. Mereka berasal dari pelbagai kelompok studi, pers mahasiswa dan bermacam-macam komite aksi. Kepedulian kepada korban Kedung Ombo menyatukan mereka dalam sebuah wadah bernama Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta, FKMY.
Brotoseno, salah seorang pendirinya mengatakan, FKMY berawal dari keprihatinan mahasiswa atas nasib rakyat Indonesia yang makin terpuruk.
Brotoseno: Jadi FKMY adalah sebuah komunitas kaum muda yang kritis, mahasiswa khususnya yang berada di Yogyakarta. Sejarahnya yang mengawali itu karena keprihatinan kita, kegelisahan kita atas situasi nasional, khususnya yang menyangkut nasib rakyat indonesia
Menurut Brotoseno, organisasinya adalah gerakan mahasiswa pertama di Yogyakarta pasca pemberangusan kegiatan mahasiswa di kampus. Pada 1978, Menteri Pendidikan Daoed Joesoef memberlakukan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan disingkat NKK/BKK. Inilah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis.
Tapi, sikap kritis mahasiswa tak mati. Di awal tahun 1980an, mereka menerobos dengan membentuk pelbagai kelompok studi, seperti yang terjadi di Yogyakarta.
Suasana diskusi KMPD
Kelompok studi mahasiswa Institut Agama Islam Negeri IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini bernama Keluarga Mahasiswa Pecinta Demokrasi KMPD.
Suasana diskusi KMPD
Mukhotib bercerita ikhwal organisasinya.
Mukhotib: KMPD itu dilakukan sebagai satu medium pengembangan wacana kritis juga dia sebetulnya menyatu dengan pers mahasiswa. Jadi kalau bicara KMPD tidak terlepas dari gerakan persma. Kegelisahannya tentu saja sama di tahun itu menjadi arus besar tidak hanya di Yogja tentang ketidakpuasan atas pemerintahan di lain sisi intervensi pembonsaian perguruan tinggi yang tidak memungkinkan mahasiswa mendapatkan nilai le bih kecuali ijazah.
Para pengurus KMPD tak cuma berwacana, tapi juga mengajar para kader bagaimana cara membela rakyat.
Mukhotib: Jadi kita rutin melakukan pelatihan yang namanya pelatihan bakti lingkungan. Tapi sebetulnya itu adalah suatu pelatihan yang disadari bagaimana teman-teman bisa melakukan agitprop istilahnya. Agitasi dan propaganda sehingga pasca pelatihan mereka merumuskan isu dan kemudian demo beneran.
Di kampus lain, sejumlah mahasiswa Universitas Islam Indonesia membentuk Rode. Kelompok studi yang berdiri 1987 ini banyak mengulas sejarah gerakan mahasiswa 1966. Syaiful Bahri, salah seorang pendiri Rode berkisah, kelompoknya juga banyak membahas nasib rakyat.
Saiful Bahri: Selain mengkritik gerakan mahasiswa sebelumnya, yang kedua kita banyak mengkaji potensi-potensi gerakan rakyat dan perubahan struktural.
Dari sekian banyak kelompok studi di Yogyakarta, KMPD dan Rode termasuk yang bisa membangun jaringan lebih luas. Kembali Syaiful Bahri, salah seorang pendiri Rode.
Saiful: Kedung Ombo. Itu adalah kasus besar pertama yang ditangani
Melalui pendampingannya, kepada masyarakat korban kebijakan orde baru itu, KMPD dan Rode menyatu dengan kelompok-kelompok lain, membentuk organisasi gerakan mahasiswa. Maka lahirlah Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta.
Forum Komunikasi Mahasiswa Yogyakarta dicita-citakan bisa menjadi alat pengubah keadaan. Salah seorang pendirinya adalah Brotoseno.
Brotoseno: Kayaknya kita kalau berkutat di lingkungan pers mahasiswa, sebagimana maaf, melingkar-lingkar di kelompok studi-kelompok studi, kayaknya gak riil. Kemudian kami mengambil sikap sepertinya kita harus percaya bahwa perubahan itu harus kita mulai dari gerakan massa.
Pendiri lainnya, Muhammad Toriq berkata, organisasinya beranggotakan banyak kalangan dan kelompok. Salah satunya pers mahasiswa.
Mohamad Toriq: Pers mahasiswa pada periode itu menjadi pemasok utama aktivis mahasiswa. Saya rasa bukan hanya di Yogya. Saya rasa kalau di Yogya sudah jelas dan pasti. Aktivis mahasiswa Jogja pada tahun 1980an itu embrionya adalah aktivis pers mahasiswa pada kampus-kampus utama seperti UGM, UII dan IAIN.
Gerakan ini terus bergulir dan merekrut kader. Selain kuliah, Widihasto Putra, mahasiswa Universitas Atma Jaya, Yogyakarta 1993, juga sibuk menggalang kekuatan. Mereka ingin mengkoreksi dan mengkritik kekuasaan Soeharto yang makin otoriter.
Melalui Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (P3Y), sebuah organisasi gerakan mahasiswa dan pemuda, Widihasto menggalang aksi-aksi jalanan. Aksi dengan isu yang menohok langsung kekuasaan Soeharto baru mulai akhir 1997.
Widihasto: Kalau generasi yang saya alami itu, memang semakin mengkristal menjelang 1998. Artinya sudah mulai spanduk atau orasi itu sudah turunkan Soeharto. Itu tidak terjadi ketika tahun 1995 dan 1996 itu belum.
P3Y dan KPRP, dua organisasi mahasiswa yang terlibat aktif gerakan jalanan menjelang kejatuhan Soeharto di luar kampus.
Di dalam kampus, gerakan penggulingan Soeharto juga terjadi. Gerakan ini dipelopori oleh Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Yogyakarta (FKSMY). Menurut salah seorang pendirinya, Eko Prastowo, FKSMY mengambil alih fungsi senat yang diberangus Soeharto.
Eko Prastowo: Waktu dulu kan ada NKK/BKK 1970an. Kemudian 1990an awal ada peraturan menteri soal SMPT dan tidak ada proses demokratisasi di kampus. Dengan adanya itu ruangan temen-temen yang kritis menjadi lebih sempit, sehingga senat hanya menjadi panitia ospek dan menjadi kepanjangan kegiatan kampus.
Di Yogyakarta, gerakan jalanan menuntut lengsernya Soeharto tidak hanya dimonopoli mahasiswa. Menurut aktivis Persatuan Perjuangan Pemuda Yogyakarta (P3Y) Widihasto, rakyat juga terlibat aktif.
Widihasto: Kecuali elemen mahasiswa, juga kampung. Jadi waktu itu banyak pemuda kampung yang kita organisir kemudian terlibat dalam aksi itu. Dan mereka kita persilahkan untuk membawa identitas masing-masing. Misalnya laskar Wirotomo, itu kan nama kampung. Kemudian masyarakat Wirobrajan. Dulu ada namanya Mas Wiranto masyarakat Wirobrajan anti Soeharto. Kemudian ada masyarakat Sewon, Gunung Kidul, Kulon Progo itu terlibat
Strategi berbeda diterapkan Komite Perjuangan Rakyat untuk Perubahan (KPRP). Kata salah seorang bekas aktivisnya, Putut Eko Ariyanto, organisasinya melawan Soeharto dengan gerakan jalanan.
Putut: Kenapa disebut pelopor, karena dia mempelopori isu penting yang saat itu belum berani disuarakan elemen lain. Misalnya kalau elemen yang lain turunkan harga, ini sudah turunkan Soeharto. Bahkan pembakaran patung Harto di Boulevard UGM itu kan panitia aksinya Senat UGM, KPRP dan elemen lain membawa patung itu saat dibuka panitia panik semua.
Selain memilih isu yang lebih terbuka dan radikal, KPRP juga menggunakan metode bentrok dengan aparat untuk menaikkan tensi perlawanan rakyat.
Putut: KPRP nyaris menjadi dalam tanda kutip pelopor. Kenapa disebut pelopor karena metodenya itu memakai metode-metode lama, sebelum SMID dan PRD dihancurkan, yaitu bentrok dengan aparat logikanya itu akan mempertajam kontradiksi yang ada di dalam masyarakat.
Sementara, Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Yogyakarta (FKSMY) memilih melawan Soeharto dengan cara lebih lunak. Salah seorang pendirinya, Eko Prastowo menyebut, isu awal yang diusung lembaganya sebatas demokratisasi kampus.
Eko: Yang paling awal adalah demokratisasi kampus. Jadi bagaimana lembaga mahasiswa menjadi lebih demokratis dan berpihak pada perjuangan pro-demokrasi. Itu yang awal. Baru kemudian ada krisis. Nah kita sambut seperti gerakan-gerakan yang lain. Karena waktu itu kalau mendorong mahasiswa untuk lebih radikal itu kan agak susah. Paling demonstrasi berapa orang yang mau. Waktu itu siapa sih yang mau digebukin tentara.
Beragam unsur, beragam strategi perlawanan, semunya bahu-membahu melawan otoriterisme Soeharto. Menurut aktivis P3Y Widihasto, semua menyatu membentuk Gerakan Rakyat Yogyakarta (GRY).
Widihasto: Menjelang Mei eskalasi semakin tinggi. Fampera berinsiatif mengundang elemen-elemen aksi yang lain, termasuk KPRP untuk ayo kita duduk bersama. Tampaknya semakin gawat. Bagaimana kalau kita manfaatkan 20 Mei sebagai momentum untuk melakukan aksi besar-besaran. Dan waktu itu rapat beberapa kali. Pertama di Janabadra kemudian di IAIN, di APMD, kembali lagi ke Janabadra. Rapatnya dihadiri orang dan sudah tidak lagi Fampera karena sudah cair dan nama yang disepakati adalah gerakan rakyat Jogja.
Nama Gerakan Rakyat Yogyakarta dipilih bukan semata oleh mahasiswa, tapi aksi bersama mahasiswa dan rakyat. Melalui proses panjang, disepakati untuk melakukan aksi besar-besaran pada 20 Mei 1998. Hari Kebangkitan Nasional itu sengaja dipilih sebagai simbol kebangkitan Indonesia dari berbagai keterpurukan. Seperti dituturkan Widihasto.
Widihasto: Kebangkitan ya kita ingin memakai spirit kebangkitan nasional untuk kebangkitan Indonesia atas keterpurukan politik, keterpurukan ekonomi, keterpurukan harga diri waktu itu.
Isu yang diusung dalam aksi itu jelas, yaitu turunkan Soeharto.
Widihasto: Kita ingin mengatakan dan menegaskan bahwa turunkan Soeharto waktu itu salah satu statement yang dipilih dalam pernyataan sikap adalah turunkan Soeharto
Akhirnya, pada 20 Mei ratusan ribu orang memadati alun-alun Kraton Yogyakarta. Mereka berduyun-duyun datang untuk menuntut satu hal, turunkan Presiden Soeharto. Sehari berikutnya, Soeharto mundur.
Selasa, 08 Februari 2011
Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Kerja dengan Produktivitas Kerja Karyawan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan salah satu faktor produksi yang mempunyai peranan penting dalam suatu perusahaan. Manusia mempunyai karakteristik yang spesifik dan berbeda dibanding faktor-faktor produksi lainnya. Karakteristik tersebut antara lain adalah manusia sebagai tenaga kerja merupakan motor penggerak yang menghidupkan organisasi. Hal ini berarti manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan disamping berperan sebagai objek (yang harus diatur atau dikelola) juga menjadi subjek yang menggerakan faktor-faktor produksi yang ada.
Oleh karena karakteristik yang demikian, maka perusahaan harus memberikan perhatian khusus kepada sumberdaya manusia dalam peranannya sebagai seorang karyawan di perusahaan. Mengingat kekuatan setiap perusahaan adalah para karyawan jadi sudah selayaknya apabila karyawan tersebut benar-benar diperhatikan, misalnya dengan menghargai bakat-bakat mereka, mengembangkan kemampuan mereka dan menggunakan kemampuan mereka secara tepat. Apabila karyawan dikelola secara tepat, maka perusahaan akan mendapatkan karyawan yang berkualitas yang dapat melancarkan jalannya operasi perusahaan dan meningkatkan produktivitas perusahaan.
Menyadari pentingnya sumberdaya manusia dalam suatu perusahaan maka perusahaan perlu mengelolanya secara profesional, karena kunci sukses suatu perusahaan tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi dan tersedianya dana saja, tetapi faktor manusia merupakan faktor yang terpenting. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mengelola sumberdaya manusianya, antara lain tercermin pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.
Produktivitas merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh hampir semua perusahaan, karena produktivitas mengarah pada pencapaian tujuan atau laba perusahaan. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan produktivitas kerja karyawan antara lain yaitu tingkat pendidikan dan pengalaman kerja karyawan.
Di dalam bekerja, faktor pendidikan merupakan salah satu syarat untuk mencapai kesuksesan dalam bekerja. Perusahaan cenderung memilih karyawan yang berpendidikan, karena karyawan yang berpendidikan sudah mempunyai dasar untuk pengembangan dan peningkatan pengetahuan teknis dan keterampilannya. Demikian pula kualitas dan kemampuan kerjanya dapat tumbuh dan berkembang, sehingga efisiensi dan efektivitas kerja akan tercapai serta diharapkan produktivitas kerjanya juga meningkat.
Faktor pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan langsung tentang pelaksanaan tugas, akan tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Pendapat lain tentang pengertian pendidikan dikemukakan oleh John S. Brubacher yang dikutip Sumitro (1998:17) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses dalam mana potensi-potensi, kemampuan-kemampuan, kapasitas-kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, dan digunakan oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Disamping faktor pendidikan, pengalaman kerja juga memiliki hubungan dengan produktivitas kerja karyawan. Setiap perusahaan menginginkan peningkatan hasil produksinya. Tercapainya hasil produksi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bahan, alat, modal dan yang menjalankan proses produksi yaitu karyawan. Oleh karena itu karyawan harus dikelola menjadi pekerja yang terampil.
Karyawan yang sudah lama bekerja biasanya lebih terampil bila dibandingkan karyawan yang belum lama bekerja. Pengalaman kerja karyawan kadang-kadang lebih dihargai dari pada tingkat pendidikan tinggi. Pengalaman merupakan modal utama seseorang terjun dalam suatu bidang garapan. Pada perusahaan yang belum begitu besar omzet produksinya, lebih cenderung mempertimbangkan pengalaman kerja yang dimiliki oleh karyawan dari pada pendidikannya.
Tenaga kerja berdasarkan pengalaman bisa langsung memegang suatu tugas dan pekerjaannya, mereka hanya memerlukan latihan dan petunjuk singkat. Sebaliknya karyawan yang hanya mengandalkan latar belakang pendidikan dan gelar yang disandangnya belum tentu mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Mereka perlu diberikan latihan dan petunjuk yang memakan alokasi waktu dan biaya yang tidak sedikit, karena teori yang pernah diperoleh dari bangku pendidikan kadang-kadang berbeda dengan praktek di lapangan pekerjaan.
Manajemen sumberdaya manusia yang efektif dapat meningkatkan efektivitas perusahaan. Suatu perusahaan yang digolongkan berhasil senantiasa mampu meningkatkan produktivitas karyawannya. Pengalaman kerja berkaitan dengan kemampuan dan kecakapan karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan pada karyawan. Pengalaman kerja tidak hanya ditinjau dari keterampilan, keahlian, dan kemampuan yang dimiliki saja, akan tetapi pengalaman kerja dapat dilihat dari pengalaman seseorang yang telah bekerja atau lamanya bekerja pada suatu perusahaan. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki akan semakin terampil dalam menjalankan pekerjaannya. Untuk mengukur tingkat pengalaman yang ada dapat melihat dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki dan tingkat keterampilan yang telah dikuasai seorang karyawan. Dengan pengalaman yang banyak maka penguasaan keterampilan semakin meningkat.
Produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Cara kerja kemarin harus lebih baik dan hasil yang dicapai esok harus lebih banyak atau lebih baik yang diperoleh dari hari kemarin. Sikap demikian membuat seorang selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan-peningkatan. Orang yang mempunyai sikap tersebut terdorong untuk menjadi dinamis, kreatif, inovatif serta terbuka, tetapi kritis terhadap ide-ide baru dan perubahan-perubahan (Ravianto, 2003:3).
Upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas agar dicapai produktivitas kerja yang lebih baik, maka karyawan harus dibina dan diberdayakan. Persoalannya bagaimana membentuk komitmen karyawan baik secara individu atau kelompok supaya memiliki produktivitas kerja yang baik. Faktor komitmen karyawan sangat penting karena karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan akan memiliki sikap yang profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati dalam perusahaan. Perusahaan sebagai tempat berkarya melakukan proses untuk mengubah input menjadi output meliputi proses yang berjalan dalam perusahaan dan sumberdaya manusia sebagai pelaku proses untuk tercapainya tujuan setiap perusahaan, maka budaya produktif akan mempunyai dampak yang berarti terhadap proses pembentukan tenaga kerja yang produktif (Darmadi, 2005:275).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengalaman Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT Madu Baru Yogyakarta”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta?
2. Apakah pengalaman kerja memiliki hubungan dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta?
3. Apakah tingkat pendidikan dan pengalaman kerja memiliki hubungan dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui hubungan antara pengalaman kerja dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan pengalaman kerja dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan, khususnya di PT Madu Baru Yogyakarta.
2. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan informasi atau menambah wawasan bagi para pembaca dan sebagai referensi bagi para peneliti lain.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian di dalam penulisan skripsi ini meliputi :
1. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006:72). Populasi dalam penelitian adalah seluruh karyawan PT Madu Baru Yogyakarta, yang berjumlah 463 orang.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan salah satu faktor produksi yang mempunyai peranan penting dalam suatu perusahaan. Manusia mempunyai karakteristik yang spesifik dan berbeda dibanding faktor-faktor produksi lainnya. Karakteristik tersebut antara lain adalah manusia sebagai tenaga kerja merupakan motor penggerak yang menghidupkan organisasi. Hal ini berarti manusia dalam suatu organisasi atau perusahaan disamping berperan sebagai objek (yang harus diatur atau dikelola) juga menjadi subjek yang menggerakan faktor-faktor produksi yang ada.
Oleh karena karakteristik yang demikian, maka perusahaan harus memberikan perhatian khusus kepada sumberdaya manusia dalam peranannya sebagai seorang karyawan di perusahaan. Mengingat kekuatan setiap perusahaan adalah para karyawan jadi sudah selayaknya apabila karyawan tersebut benar-benar diperhatikan, misalnya dengan menghargai bakat-bakat mereka, mengembangkan kemampuan mereka dan menggunakan kemampuan mereka secara tepat. Apabila karyawan dikelola secara tepat, maka perusahaan akan mendapatkan karyawan yang berkualitas yang dapat melancarkan jalannya operasi perusahaan dan meningkatkan produktivitas perusahaan.
Menyadari pentingnya sumberdaya manusia dalam suatu perusahaan maka perusahaan perlu mengelolanya secara profesional, karena kunci sukses suatu perusahaan tidak hanya tergantung pada keunggulan teknologi dan tersedianya dana saja, tetapi faktor manusia merupakan faktor yang terpenting. Keberhasilan suatu perusahaan dalam mengelola sumberdaya manusianya, antara lain tercermin pada meningkatnya produktivitas kerja karyawan.
Produktivitas merupakan sasaran yang hendak dicapai oleh hampir semua perusahaan, karena produktivitas mengarah pada pencapaian tujuan atau laba perusahaan. Ada beberapa faktor yang berhubungan dengan produktivitas kerja karyawan antara lain yaitu tingkat pendidikan dan pengalaman kerja karyawan.
Di dalam bekerja, faktor pendidikan merupakan salah satu syarat untuk mencapai kesuksesan dalam bekerja. Perusahaan cenderung memilih karyawan yang berpendidikan, karena karyawan yang berpendidikan sudah mempunyai dasar untuk pengembangan dan peningkatan pengetahuan teknis dan keterampilannya. Demikian pula kualitas dan kemampuan kerjanya dapat tumbuh dan berkembang, sehingga efisiensi dan efektivitas kerja akan tercapai serta diharapkan produktivitas kerjanya juga meningkat.
Faktor pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan langsung tentang pelaksanaan tugas, akan tetapi juga landasan untuk mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan sarana yang ada di sekitar kita untuk kelancaran pelaksanaan tugas. Pendapat lain tentang pengertian pendidikan dikemukakan oleh John S. Brubacher yang dikutip Sumitro (1998:17) menyatakan bahwa pendidikan adalah proses dalam mana potensi-potensi, kemampuan-kemampuan, kapasitas-kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa, dan digunakan oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Disamping faktor pendidikan, pengalaman kerja juga memiliki hubungan dengan produktivitas kerja karyawan. Setiap perusahaan menginginkan peningkatan hasil produksinya. Tercapainya hasil produksi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bahan, alat, modal dan yang menjalankan proses produksi yaitu karyawan. Oleh karena itu karyawan harus dikelola menjadi pekerja yang terampil.
Karyawan yang sudah lama bekerja biasanya lebih terampil bila dibandingkan karyawan yang belum lama bekerja. Pengalaman kerja karyawan kadang-kadang lebih dihargai dari pada tingkat pendidikan tinggi. Pengalaman merupakan modal utama seseorang terjun dalam suatu bidang garapan. Pada perusahaan yang belum begitu besar omzet produksinya, lebih cenderung mempertimbangkan pengalaman kerja yang dimiliki oleh karyawan dari pada pendidikannya.
Tenaga kerja berdasarkan pengalaman bisa langsung memegang suatu tugas dan pekerjaannya, mereka hanya memerlukan latihan dan petunjuk singkat. Sebaliknya karyawan yang hanya mengandalkan latar belakang pendidikan dan gelar yang disandangnya belum tentu mampu mengerjakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Mereka perlu diberikan latihan dan petunjuk yang memakan alokasi waktu dan biaya yang tidak sedikit, karena teori yang pernah diperoleh dari bangku pendidikan kadang-kadang berbeda dengan praktek di lapangan pekerjaan.
Manajemen sumberdaya manusia yang efektif dapat meningkatkan efektivitas perusahaan. Suatu perusahaan yang digolongkan berhasil senantiasa mampu meningkatkan produktivitas karyawannya. Pengalaman kerja berkaitan dengan kemampuan dan kecakapan karyawan dalam melaksanakan tugas yang diberikan pada karyawan. Pengalaman kerja tidak hanya ditinjau dari keterampilan, keahlian, dan kemampuan yang dimiliki saja, akan tetapi pengalaman kerja dapat dilihat dari pengalaman seseorang yang telah bekerja atau lamanya bekerja pada suatu perusahaan. Semakin banyak pengalaman yang dimiliki akan semakin terampil dalam menjalankan pekerjaannya. Untuk mengukur tingkat pengalaman yang ada dapat melihat dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki dan tingkat keterampilan yang telah dikuasai seorang karyawan. Dengan pengalaman yang banyak maka penguasaan keterampilan semakin meningkat.
Produktivitas pada dasarnya mencakup sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Cara kerja kemarin harus lebih baik dan hasil yang dicapai esok harus lebih banyak atau lebih baik yang diperoleh dari hari kemarin. Sikap demikian membuat seorang selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan-peningkatan. Orang yang mempunyai sikap tersebut terdorong untuk menjadi dinamis, kreatif, inovatif serta terbuka, tetapi kritis terhadap ide-ide baru dan perubahan-perubahan (Ravianto, 2003:3).
Upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas agar dicapai produktivitas kerja yang lebih baik, maka karyawan harus dibina dan diberdayakan. Persoalannya bagaimana membentuk komitmen karyawan baik secara individu atau kelompok supaya memiliki produktivitas kerja yang baik. Faktor komitmen karyawan sangat penting karena karyawan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan akan memiliki sikap yang profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati dalam perusahaan. Perusahaan sebagai tempat berkarya melakukan proses untuk mengubah input menjadi output meliputi proses yang berjalan dalam perusahaan dan sumberdaya manusia sebagai pelaku proses untuk tercapainya tujuan setiap perusahaan, maka budaya produktif akan mempunyai dampak yang berarti terhadap proses pembentukan tenaga kerja yang produktif (Darmadi, 2005:275).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Hubungan Tingkat Pendidikan Dan Pengalaman Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan Pada PT Madu Baru Yogyakarta”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah tingkat pendidikan memiliki hubungan dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta?
2. Apakah pengalaman kerja memiliki hubungan dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta?
3. Apakah tingkat pendidikan dan pengalaman kerja memiliki hubungan dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui hubungan antara pengalaman kerja dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta.
3. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan pengalaman kerja dengan produktivitas kerja karyawan pada PT Madu Baru Yogyakarta.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan, khususnya di PT Madu Baru Yogyakarta.
2. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan dan informasi atau menambah wawasan bagi para pembaca dan sebagai referensi bagi para peneliti lain.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian di dalam penulisan skripsi ini meliputi :
1. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2006:72). Populasi dalam penelitian adalah seluruh karyawan PT Madu Baru Yogyakarta, yang berjumlah 463 orang.
Landasan Teori dan Hipotesis
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Manajemen Sumberdaya Manusia
1. Pengertian Manajemen Sumberdaya Manusia
Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumberdaya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi (Handoko : 2008:4). Manajemen memang dapat mempunyai pengertian lebih luas dari pada itu, tetapi definisi diatas memberikan kepada kita kenyataan bahwa kita terutama mengelola manajemen sumberdaya manusia bukan material atau financial. Dilain pihak, manajemen mencakup fungsi-fungsi perencanaan (penetapan apa yang akan dilakukan), pengorganisasian (perancangan dan penugasan kelompok kerja), penyusunan personalia (penarikan, seleksi, pengembangan, pemberian konpensasi dan penilaian prestasi kerja), pengarahan (motivasi, kepemimpinan, integrasi, dan pengelolaan konflik), dan pengawasan.
Manajemen Sumberdaya Manusia merupakan dari ilmu manajemen yang menitik beratkan perhatian pada faktor manusia atau faktor produksi tenaga kerja baik secara kelompok maupun perorangan. Ada beberapa pendapat mengenai definisi dari manajemen sumberdaya manusia yang dikemukakan oleh para ahli dibidang tersebut, yaitu :
Menurut Edwin B. Flippo yang dikutip oleh Handoko (1998:3), Manajemen Sumberdaya adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atas pengadaan tenaga kerja, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemutusan hubungan kerja dengan sumberdaya manusia maksimum untuk mencapai tujuan perorangan, organisasi dan masyarakat.
Manajemen Sumberdaya Manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dari pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian dan pemeliharaan tenaga kerja dengan maksud membantu mencapai tujuan dari perusahaan, individu dan masyarakat (Heidjrachman dan Husnan 2000:5).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut terdapat dua tinjauan sebagai berikut di bawah ini :
a. Bahwa manajemen sumberdaya manusia adalah cabang manajemen disamping cabang-cabang lain seperti manajemen keuangan, manajemen pemasaran dan manajemen produksi.
b. Bahwa manajemen sumberdaya manusia dapat dinyatakan sebagai seni dan ilmu dalam kepemimpinan dan pembimbingan hubungan kerja yang dilaksanakan berdasarkan fungsi-fungsi manajemen dan berusaha mencapai tujuan yang ditetapkan.
2. Fungsi Manajerial dan Fungsi Operasional
Dalam melaksanakan tugasnya, manajemen sumberdaya manusia memiliki dua fungsi, yaitu fungsi manajerial dan fungsi operasional (Heidjrachman dan Husnan, 1997:8) :
a. Fungsi Manajerial
Fungsi ini meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan. Penjelasan secara singkat dari definisi di atas adalah sebagai berikut :
1) Fungsi Perencanaan yaitu menentukan terlebih dahulu program sumberdaya manusia yang akan membantu mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Tentu saja penetapan tujuan ini membutuhkan partisipasi aktif dari manajer sumberdaya manusia, sesuai dengan pengetahuannya di bidang sumberdaya manusia.
2) Fungsi Pengorganisasian yaitu membentuk organisasi dengan merancang susunan dari berbagai hubungan antara jabatan sumberdaya manusia dan faktor-faktor fisik.
3) Fungsi Pengarahan merupakan fungsi yang mengusahakan agar karyawan mau bekerja sama secara efektif.
4) Fungsi Pengawasan yaitu mengawasi dan membandingkan pelaksanaan tugas dengan rencana dan mengoreksi apabila terjadi penyimpangan atau kalau perlu menyesuaikan kembali rencana yang telah dibuat.
Keempat fungsi manajerial di atas merupakan fungsi-fungsi dasar para manajer.
b. Fungsi Operasional
1) Fungsi Pengadaan merupakan fungsi mengadakan ataupun memperoleh jumlah dan jenis karyawan yang tepat untuk mencapai tujuan. Fungsi ini terutama menyangkut tentang penentuan kebutuhan tenaga kerja dari penarikannya, seleksi dan penempatannya.
2) Fungsi Pengembangan adalah setelah perusahaan memperoleh karyawan, sudah selayaknya mereka dikembangkan, hal ini dilakukan untuk meningkatkan keterampilan lewat latihan yang diperlukan untuk dapat menjalankan tugas dengan baik.
3) Fungsi Kompensasi adalah fungsi ini dapat didefinisikan sebagai pemberian penghargaan yang adil dan layak terhadap karyawan sesuai dengan sumbang saran mereka untuk mencapai tujuan organisasi.
4) Fungsi Integrasi Perusahaan adalah meskipun perusahaan sudah memperoleh karyawan, mengembangkan mereka dan memberikan kompensasi yang wajar, perusahaan tetap menghadapi masalah yang sulit, yaitu integrasi. Integrasi meliputi penyesuaian keinginan para individu dengan keinginan organisasi dan masyarakat.
5) Fungsi Pemeliharaan adalah fungsi operasional yang terakhir adalah mempertahankan dan meningkatkan kondisi yang telah ada. Tetapi perhatian dititik beratkan pada pemeliharaan kondisi perusahaan dari para karyawan (kesehatan, keselamatan) dan pemeliharaan sikap yang menyenangkan (program-program pelayanan karyawan).
3. Tantangan-Tantangan Manajemen Sumberdaya Manusia
Organisasi dikelilingi oleh suatu lingkungan eksternal yang terdiri dari berbagai variabel, variabel-variabel yang tidak dapat dikendalikan (uncontrollable). Keputusan-keputusan personalia yang menyangkut keputusan-keputusan tentang penarikan, seleksi, latihan, penempatan, transfer, promosi, penilaian prestasi kerja, disiplin, konpensasi dan sebagainya, harus diambil dengan memperhatikan berbagai kekuatan lingkungan tersebut dan sebaliknya organisasi hanya mempunyai sedikit pengaruh. Berbagai tantangan lingkungan eksternal yang dihadapi manajemen sumberdaya manusia antara lain (Handoko, 2008:15) :
a. Tantangan Teknologi
Dampak kemajuan teknologi pada manajemen sumberdaya manusia terjadi melalui pengaruh teknologi yang merubah industri secara keseluruhan.
b. Tantangan Ekonomi
Berbagai tantangan siklus bisnis mempengaruhi kegiatan-kegiatan manajemen sumberdaya manusia. Sejalan dengan perbaikan kondisi perekonomian, permintaan akan karyawan baru dan program-program latihan tumbuh dan berkembang. Dilain pihak keadaan perekonomian yang sedang dilanda resesi menyebabkan perusahaan perlu memelihara dan mempertahankan satuan kerja yang cakap dan mengurangi atau menekan biaya tenaga kerja.
c. Keadaan Politik dan Pemerintah
Berbagai faktor politik telah menjadi pertimbangan yang makin penting bagi pengambilan keputusan-keputusan di bidang manajemen sumberdaya manusia. Faktor stabilitas politik dan kepatuhan terhadap peraturan-peraturan pemerintah merupakan pertimbangan utama bagi para manajer dalam pelaksanaan fungsi manajemen sumberdaya manusia.
d. Tantangan Demografi
Kondisi demografis menggambarkan komposisi angkatan kerja, seperti tingkat pendidikan, umur, persentase penduduk yang termasuk angkatan kerja, dan karakteristik-karakteristik populasi lainnya.
e. Kondisi Geografis
Organisasi yang berlokasi di lingkungan yang aman, nyaman, dan bersih dengan berbagai fasilitas pendidikan dan rekreasi yang baik akan lebih muda menarik para pelamar dibanding organisasi yang berlokasi di daerah yang mempunyai tingkat kejahatan tinggi, terpencil atau pelosok, atau dengan iklim yang tidak menyenangkan.
f. Kondisi Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya merupakan pertimbangan penting bagi pengambil keputusan manajemen sumberdaya manusia. Kondisi ini yang berkenaan dengan kepercayaan, nilai-nilai, sikap, pandangan dan pola atau gaya kehidupan yang berkembang dan terbentuk dari dinamika kebudayaan, ekologi, demografis, geografis, religius, pendidikan dan faktor-faktor etnis lainnya.
g. Pasar Tenaga Kerja
Reputasi perusahaan adalah unsur pokok yang tercermin pada kemampuan perusahaan untuk memuaskan kebutuhan jangka panjang para karyawannya. Ini ditentukan oleh kebijakan kompensasi, perhatian terhadap kesejahteraan karyawan, dan sebagainya.
h. Kegiatan Para Pesaing
Di berbagai industri, seragam, jam kerja dan aturan-aturan personalia adalah relatif standar dan perubahan-perubahan dalam hal-hal ini sering disesuaikan dengan kegiatan-kegiatan personalia para pesaing. Memang untuk hampir semua bisnis, berbagai kebijaksanaan persoanlia adalah faktor krusial untuk memelihara postur pengerjaan yang kompetitif, menarik dan mendapatkan para karyawan terbaik.
4. Tantangan-Tantangan Organisasi
Berbagai tantangan internal timbul karena perusahaan mengejar sasaran ganda. Sasaran-sasaran tersebut memerlukan trade-offs antara tujuan-tujuan financial, pemasaran, produksi, personalia, dan lain-lain. Karena tujuan-tujuan personalia hanya merupakan salah satu yang ditetapkan diantara banyak tujuan dalam pandangan manajemen puncak, para manajer personalia harus menghadapi tantangan-tantangan internal dengan perhatian yang seimbang untuk berbagai kebutuhan yang lain, beberapa tantangan internal adalah sebagai berikut (Handoko, 2008:22) :
a. Karakter Organisasi
Karakter organisasi merupakan produk semua ciri organisasi : orang-orangnya, tujuan-tujuannya, struktur organisasi, teknologi dan peralatan yang digunakan, kebijaksanaan-kebijaksanaannya, ukurannya, umurnya, serikat karyawannya, keberhasilannya, dan kegagalannya. Tantangan bagi manajemen sumberdaya manusia adalah untuk menyesuaikan kegiatan-kegiatan personalia secara proaktif dengan karakter organisasi.
b. Serikat Karyawan
Serikat Karyawan menyajikan tantangan nyata dalam perusahaan-perusahaan yang mempunyai organisasi buruh, dan tantangan potensial bagi yang tidak mempunyai. Dalam perusahaan dengan serikat karyawan, manajemen dengan serikat menandatangani perjanjian kerja yang mengatur berbagai prasyarat kerja seperti kompensasi, jam kerja dan kondisi kerja.
c. Sistem Informasi
Kemampuan untuk memperoleh, mengumpulkan, menyimpan, dan mendapatkan kembali informasi merupakan tantangan bagi departemen personalia. Untuk menghadapi tantangan ini, perusahaan perlu mengembangkan sistem informasi sumberdaya manusia dengan komputer (computer-based) suatu sistem yang menyimpan informasi secara terinci tentang karyawan, pekerjaan dan faktor-faktor lain sesuai kebutuhan.
d. Perbedaan-perbedaan Individual Karyawan
Karakteristik-karakteristik manusia yang berbeda-beda ini hendaknya diperhatikan manajemen personalia dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan perencanaan sumberdaya manusia, penilaian prestasi kerja karyawan, perencanaan karier dan administrasi sumberdaya manusia pada umumnya.
e. Sistem Nilai Manajer dan Karyawan
Pengetahuan tentang nilai-nilai dan norma-norma kelompok kerja dapat membantu departemen personaliamemecahkan berbagai bentuk konflik nilai yang menyulitkan karyawan. Sistem-sistem nilai para manajer dan karyawan tidak dapat diabaikan dalam setiap pegambilan keputusan-keputusan personalia.
B. Tingkat Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Pada hakikatnya pendidikan merupakan suatu usaha yang secara sadar bagi pengetahuan dan keterampilan melalui usaha belajar. Disamping itu ditanamkan pada nilai-nilai moral, keadaan hidup dan sebagainya yang nantinya membentuk kepribadian dan karakter seseorang.
Menurut Siagian (1996:175) Pendidikan adalah keseluruhan proses teknik dan metode belajar mengajar dalam rangka mengalihkan suatu pengetahuan dari seseorang kepada orang lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Menurut Heidjrachman, et.al (2000:77) Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.
2. Arti Pentingnya Pendidikan
Di dalam bekerja sering sekali faktor pendidikan merupakan syarat paling pokok untuk memegang fungsi-fungsi tertentu. Untuk mencapai kesuksesan di dalam pekerjaan dituntut pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang dipegangnya. Pengeluarannya untuk pendidikan bukanlah semata-mata merupakan suatu konsumsi, tetapi juga dianggap investasi. Investasi ini ditanamkan dalam sumberdaya manusia dengan tujuan untuk menaikan produktivitas tenaga kerja.
Hubungan pendidikan dengan produktivitas kerja dapat tercermin dalam tingkat penghasilan. Penghasilan yang lebih tinggi mengakibatkan produktivitas kerja yang lebih tinggi pula, oleh karena itu memungkinkan penghasilan yang lebih tinggi (Payaman, Simanjuntak, 1998:74).
3. Jenis-jenis Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Jenis-jenis pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga antara lain (Idris, 1990:58) :
a. Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah proses pendidikan yang diperoleh sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar. Pada umumnya tidak teratur dan sistematis, sejak seseorang lahir sampai mati, seperti didalam keluarga, tetangga, pekerjaan, pasar ataupun didalam pergaulan sehari-hari. Walaupun demikian pengaruhnya sangat besar dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah pendidikan sekolah yang teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan yang dibagi dalam waktu-waktu tertentu yang berlangsung dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Pendidikan formal diperoleh dengan syarat-syarat tertentu diantaranya umur, dilaksanakan menurut sistem pendidikan yang berlaku dan dilaksanakan secara ketat, teratur dan berurutan.
c. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal adalah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, terarah dan terencana diluar kegiatan persekolahan. Dalam hal ini tenaga pengajar, fasilitas, cara penyampaian dan waktu yang dipakai serta komponen-komponen lain disesuaikan dengan keadaan peserta atau anak didik supaya mendapatkan hasil yang memuaskan. Pendidikan non formal sangat bermanfaat, terutama bagi masyarakat yang tidak dapat menikmati pendidikan formal dan juga bagi masyarakat desa yang masih rendah tingkat pendidikan dan status ekonominya.
C. Pengalaman Kerja
1. Arti Pengalaman Kerja
Dalam rangka penempatan kerja, seorang manajer harus mempertimbangkan beberapa faktor yang dimungkinkan sangat berpengaruh terhadap kontinuitas perusahaan. Salah satu faktor yang dipertimbangkan adalah pengalaman. Kenyataan menunjukan bahwa adanya kecenderungan makin lama bekerja makin banyak pengalaman yang dimiliki oleh tenaga kerja yang bersangkutan. Sebaliknya terbatasnya pengalaman kerja yang dimiliki akan semakin rendah tingkat keahlian dan keterampilan yang dimiliki tenaga kerja tersebut.
Salah satu prasyarat kerja adalah pengalaman kerja. Suatu perusahaan cenderung memilih pelamar yang sudah berpengalaman dari pada yang tidak berpengalaman. Karena mereka yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas yang nantinya akan dikerjakan. Melalui pengalaman kerja, pengetahuan teknis dan keterampilan dapat ditingkatan.
Mengingat pengalaman kerja ini penting, banyak perusahaan yang memberikan kedudukan yang lebih tinggi bagi mereka yang sudah berpengalaman namun ini tidak berarti orang yang berpengalaman hasil kerja akan selalu lebih baik dibandingkan dengan mereka yang belum berpengalaman sama sekali.
2. Perencanaan Karier
Perencanaan karier adalah proses melalui mana seseorang memilih sasaran karier, dan jalur ke sasaran tersebut. Perencanaan karier perlu ditangani karena rencana-rencana sumberdaya manusia menunjukkan berbagai kebutuhan-kebutuhan staffing organisasi di waktu yang akan datang dan berkaitan dengan kesempatan-kesempatan karier. Di samping itu, manajer sumberdaya manusia selalu berkepentingan dengan kesempatan-kesempatan latihan atau pengembangan. Berbagai manfaat yang akan diperoleh bila manajemen sumberdaya manusia terlibat dalam perencanaan karier adalah (Handoko : 2008:121) :
a. Mengembangkan Para Karyawan Yang Dipromosikan
Perencanaan karier membantu untuk mengembangkan suplai karyawan internal.
b. Menurunkan Perputaran Karyawan
Perhatian terhadap karier individual akan meningkatkan kesetiaan organisasional dan, oleh karena itu, menurunkan perputaran karyawan.
c. Mengungkap Potensi Karyawan
Perencanaan karier mendorong para karyawan untuk lebih menggali kemampuan-kemampuan potensial mereka karena mereka mempunyai sasaran-sasaran karier tertentu.
d. Mendorong Pertumbuhan
Berbagai rencana dan asaran karier memotivasi para karyawan untuk tumbuh dan berkembang.
e. Pengurangi Penimbunan
Tanpa perencanaan karier, para manajer akan mudah “menimbun” bawahan-bawahan kunci yang berketerampilan dan berprestasi kerja tinggi. Perencanaan karier menyebabkan karyawan, manajer dan manajemen sumberdaya manusia menjadi sadar akan kualifikasi karyawan.
f. Memuaskan Kebutuhan Karyawan
Dengan sedikit penimbunan dan meningkatnya kesempatan-kesempatan untuk tumbuh bagi karyawan, kebutuhan-kebutuhan penghargaan individual, seperti penghargaan dan prestasi, akan lebih terpuaskan.
g. Membantu Pelaksanaan Rencana-rencana Kegiatan Yang Telah Disetujui
Perencanaan karier dapat membantu para anggota kelompok agar siap untuk jabatan-jabatan yang lebih penting. Persiapan ini akan membantu pencapaian rencana-rencana kegiatan yang disetujui.
3. Pengembangan Karier
Pengembangan karier merupakan upaya-upaya pribadi seorang karyawan untuk mencapai suatu rencana karier. Beberapa kegiatan pengembangan karier dapat dilakukan antara lain adalah :
a. Prestasi Kerja
Kegiatan penting untuk memajukan karier adalah prestasi kerja yang baik, karena hal ini mendasari semua kegiatan pengembangan karier lainnya. Kemajuan karier sangat tergantung pada prestasi kerja (performance).
b. Exposure
Exsposure berarti menjadi dikenal oleh orang-orang yang memutuskan promosi, transfer dan kesempatan-kesempatan karier lainnya. Tanpa exposure, karyawan yang berprestasi baik mungkin tidak memperoleh kesempatan untuk mencapai sasaran-sasaran kariernya.
c. Permintaan Berhenti
Bila seorang karyawan melihat kesempatan karier yang lebih besar di tempat lain, permintaan berhenti mungkin merupakan suatu cara untuk mencapai sasaran-sasaran karier. Banyak karyawan terutama para manajer profesional berpindah-pindah perusahaan sebagai bagian strategi karier mereka. Bila hal itu dilakukan secara efektif, mereka biasanya mendapatkan promosi, kenaikan gaji, pengalaman baru.
d. Kesetiaan Organisasional
Kesetiaan organisasional rendah pada umumnya ditemui pada diri para sarjana baru (yang mempunyai penghargaan tinggi, sehingga sering kecewa dengan perusahaan pertama mereka) dan para profesional (yang kesetiaan pertamanya adalah pada profesi mereka). Dedikasi jangka panjang terhadap perusahaan yang sama akan menurunkan tingkat perputaran tenaga kerja.
e. Mentors dan Sponsors
Seorang mentor adalah orang yang menawarkan bimbingan karier informal. Karyawan atau mentor dalam banyak perusahaan menyadari bahwa hubungan di antara mereka ada dan berguna bagi pengembangan karier.
f. Kesempatan-kesempatan Untuk Tumbuh
Bila karyawan meningkatkan kemampuan, misalnya melalui program latihan, pengambilan kursus-kursus atau penambahan gelar, maka berarti mereka memanfaatkan kesempatan untuk tumbuh. Hal ini berguna baik bagi manajemen sumberdaya manusia dalam pengembangan sumberdaya manusia internal maupun bagi pencapaian rencana karier karyawan.
D. Produktivitas Kerja
1. Pengertian Produktivitas Kerja
Peningkatan produktivitas merupakan sasaran yang hendak dicapai perusahaan dewasa ini. Hal ini dilakukan karena semakin ketatnya persaingan produk-produk yang ada di pasaran. Untuk mengatasi persaingan ini perusahaan berusaha meningkatkan produktivitas dengan harapan dapat menekan biaya-biaya produk sehingga perusahaan mampu bersaing dengan perusahaan lain, baik mengenai mutu maupun harga. Beberapa ilmuan menyampaikan pendapat tentang pengertian produktivitas kerja. Menurut Krajewski dan Ritzman (1996:8), produktivitas adalah nilai dari output (barang dan jasa) dibagi dengan nilai dari input seperti upah, biaya perlengkapan dan sebagainya.
Sumberdaya manusia memegang peranan penting dalam proses peningkatan produktivitas karena manusia bersifat dinamis. Sedangkan alat produksi dan kemajuan teknologi lebih bersifat statis yang hanya dapat digerakan oleh manusia. Tingkat produktivitas yang tinggi merupakan harapan bagi setiap perusahaan untuk meningkatkan produktivitas kerja, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, seperti pemberian upah atau gaji yang adil dan layak, suasana kerja dan lingkungan yang menyenangkan, kesempatan berkarir, kesempatan untuk maju, fasilitas yang mendukung, dan lain-lain. Menurut Hardjosoedomo (1997:12), produktivitas adalah ukuran mengenai seberapa baik kita mengubah input atau sumberdaya menjadi output produk atau hasil yang berguna. Sumberdaya yang dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa terdiri dari berbagai faktor seperti tenaga kerja, tanah dan modal, termasuk mesin-mesin, peralatan, bahan mentah, tenaga listrik, kemajuan teknologi dan lain-lain. Namun diantara semua faktor produksi tersebut, sumberdaya manusia memegang peranan utama dalam meningkatkan produktivitas, karena alat produksi dan teknologi pada hakekatnya adalah hasil karya manusia.
Menurut Muchdarsyah S. (2000) yang dikutip oleh Darmadi (2005:276), produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya atau suatu perbandingan antara hasil keluaran dan masukan atau output dibagi input. Dalam doktrin pada Konferensi Oslo (1984) dikutip oleh Muchdarsyah S (2000), tercantum definisi umum produktivitas semesta, yaitu : Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit.
Dewan produktivitas nasional mendefinisikan produktivitas sebagai suatu sikap mental yang selalu berusaha dan mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini. Stoner and Freeman (1989) mendefinisikan produktivitas sebagai hubungan antara output yang berupa barang dan jasa dengan input yang berupa sumberdaya manusia dan bukan manusia yang digunakan dalam proses produksi, dimana hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk rasio output dan input.
Webster dalam Ravianto (1985), mendefinisikan produktivitas sebagai tingkat keefektifan dari manajemen industri dalam pengukuran fasilitas-fasilitas untuk produksi. Sedangkan produktivitas menurut Sukanto R (1998), menyatakan bahwa produktivitas diartikan sebagai peningkatan proses produksi, yang dapat diartikan sebagai perbandingan yang semakin membaik antara jumlah sumberdaya (input) dengan jumlah barang atau jasa (output) dan pengurangan masukan untuk menghasilkan keluaran yang tetap atau kenaikan keluaran dengan masukan yang tetap.
Langganan:
Postingan (Atom)